Sebuah lemari kaca berisi daun-daun jambu yang letakkan di dalam sebuah vas. Sekilas tampak hanya daun-daun jambu yang sepertinya tidak begitu menarik untuk dipertontonkan. Tapi ketika diamati lebih seksama ada sesuatu yang bergerak-gerak. Bentuk badan, sayap, dan kakinya seperti sebuah daun, berwarna hijau, kuning, terkadang ada juga yang berwarna orange. Ya, itulah keunikan seekor ‘belalang daun’. Belalang daun ini menjadi salah satu primadona koleksi serangga hidup yang ada di Museum Serangga TMII.
‘Belalang daun’ atau dalam bahasa latin lebih dikenal dengan sebutan Phyllium fulchrifolium, merupakan serangga yang masuk ke dalam ordo Phasmatodea. Ciri-ciri yang paling menonjol berdasarkan penampakan luar tubuhnya hampir seluruhnya menyerupai sebuah daun. Ukuran tubuhnya sebesar ukuran daun jambu. Bentuk tubuh yang menyerupai gambaran lingkungan dimana dia hidup-di pohon jambu-memberikan keuntungan besar baginya supaya tidak dapat dideteksi oleh musuh yang akan memangsanya.
Seekor belalang daun jantan perilakunya lebih aktif dibandingkan dengan belalang daun betina. Belalang daun jantan terkadang ditemukan aktif terbang pada siang hari. Sedangkan belalang daun betina lebih banyak berdiam diri diantara rimbunan daun-daun jambu. Daun jambu merupakan sumber makanan pokok bagi belalang daun.
Daur hidup dari belalang daun ini adalah metamorfosis tidak sempurna (ditandai dengan adanya nimfa-bentukan mirip serangga dewasa, hanya saja sayap dan organ lainnya belum sempurna) diawali oleh betina dan jantan kawin, kemudian betina bertelur dengan menjatuhkan telurnya ke tanah. Bentuk telur belalang daun seperti buah belimbing, sebesar biji kacang polong. Tahapan telur sampai menetas menjadi nimfa sekitar 6 bulan. Nimfa yang menetas berukuran kecil sekitar 3 cm, berwarna merah kecoklatan. Rentang waktu tahapan nimfa menjadi dewasa dialami selama 8 bulan. Nimfa ini nantinya akan berganti kulit (moulting) sampai 5X. Setiap pergantian kulit, tubuh nimfa semakin bertambah besar. Pergantian kulit yang terakhir menentukan nantinya belalang daun menjadi berwarna hijau, hijau muda, orange atau kuning. Pada generasi kedua, telur belalang daun yang dihasilkan oleh betina dapat menetas tanpa adanya proses pembuahan dari belalang daun jantan, istilah biologi untuk fenomena seperti ini disebut parthenogenesis. Telur yang tidak dibuahi bisa menetas langsung menjadi nimfa dan seterusnya. Kejadian parthenogenesis ini dilalui oleh belalang daun sampai generasi ke 5-7, kemudian akan terjadi lagi perkawinan antara jantan dan betina untuk menghasilkan telur.
Di Indonesia, keberadaan belalang daun tersebar di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan pada ketinggian sekitar 800 m dpl.
Ayu :D
Sumber: http://matoa.org/belalang-daun-sang-penyamar-kecil-dibalik-dedaunan/
0 komentar:
Posting Komentar